Materialisme

Oleh drg. Daisy Novira


Read : Materialisme (Part 1)


Pandangan Alkitab

Alkitab tidak pernah menyebut secara eksplisit mengenai materialisme, tetapi ada ayat-ayat yang mengemukakan masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaan, uang dan kekayaan.

Pada prinsipnya Alkitab tidak pernah menentang orang-orang Kristen bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kita dapat melihat hal ini dari contoh hidup Rasul Paulus dalam Kisah Rasul 18:3, 20:34, I Tesalonika 2:9, II Tesalonika 3:6-12, bahkan kita diminta belajar pada semut dalam hal bekerja (Amsal 6:6-11).

Mengenai kekayaan dapat kita pelajari dari Matius 19:16-26 dan perikop serupa dalam Markus 10:1-27 serta Lukas 18:18-30 tentang orang muda yang kaya. Dalam perikop ini Tuhan Yesus tidak mempersalahkan kekayaan orang muda tersebut. Lalu, apa masalahnya?

Ada pepatah yang mengatakan “kacang lupa pada kulitnya”. Para orang tua sering mengungkapkan hal ini untuk menggambarkan orang-orang yang lupa akan asal-usulnya, dari mana ia berasal. Demikian pula kita sering lupa atau sengaja lupa siapa kita sesungguhnya dan untuk apa kita ditempatkan di dunia ini.

Sebagai orang-orang tebusan yang kita terima only by grace (tetapi harganya sangat mahal, yaitu darah Kristus) kita tidak bisa melepaskan seluruh aspek hidup dalam konteks kekekalan dan Sumber dari segala sumber kehidupan. Kita tidak bisa membuat dikotomi antara “sekuler” dan “sakral”, lalu beranggapan bahwa pekerjaan mencari uang adalah sisi lain yang terpisah dari kehidupan rohani yang tidak berhubungan satu sama lain.

Konsekuensi logis dari dikotomi ini sangat berbahaya jika diterapkan dalam cara-cara dan tujuan kita mencari uang. Rasul Paulus sebagai tent maker tidak pernah melepaskan pekerjaannya dari konteks kekekalan dan christian ministry. Selain ayat-ayat yang telah disebutkan di atas, hal ini dapat dilihat dalam Filipi 1:21-24 dan Kolose 3:23-24.

Dalam kisah orang muda yang kaya, Yesus jelas melihat isi hatinya. Hati orang kaya yang melekat (cinta berat) pada harta miliknya, lebih memilih kekayaan daripada hidup kekal. Banyak dari kita mungkin juga akan berpikir seribu kali jika Yesus mengatakan hal yang sama kepada kita (pelajari Lukas 12:22-34).

Jika kita pelajari dan renungkan Matius 6:25-34, jelas digambarkan apa yang sesungguhnya harus menjadi prioritas hidup kita. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Inggris (Holy Bible, New Revised Standard Versions), ayat 33 lebih tegas dikatakan sebagai berikut:

But strive first for the kingdom of God and His righteousness, and all these things will be given to you as well.”

Jadi, yang menjadi masalah di sini bukanlah apa tetapi mengapa dan bagaimana? Jika kekayaan/uang sudan menjadi Mamon yang disembah (Matius 6:24, Lukas 16:13), mau ke mana kita selanjutnya?

Bagaimana Sikap Kita Seharusnya?

Artikel ini tidak ditulis dengan maksud bahwa setelah Anda membacanya, lalu beramai-ramai meninggalkan sanak saudara dan segala harta milik, melepaskan profesi medis lalu melangkah keluar menjalani pekerjaan Tuhan sebagai full timer, walaupun kita semua tetap harus siap dan taat untuk panggilan tersebut jika memang Tuhan menghendaki demikian.

Beberapa hal yang patut kita pikirkan bersama adalah:

  1. Menyadari status kita sebagai orang yang telah ditebus sehingga memandang seluruh aspek hidup dalam konteks kekekalan. Pertanyaan-pertanyaan yang harus selalu kita jawab tuntas setiap kali ingin melangkah adalah: mengapa saya lakukan, untuk apa saya lakukan, apakah Kristus dimuliakan melalui hal tersebut?
  2. Waspada selalu bahwa kedangkalan pemahaman kita akan Allah, Yesus Kristus dan pekerjaan Roh Kudus serta mengabaikan panggilan kita masing-masing secara khusus dimanapun kita berada, akan menghanyutkan kita dalam arus dunia dan segala nilai-nilainya yang bengkok.
    Dengan perkataan lain, jika kita kuat berakar dalam Firman Tuhan dan bertumbuh secara progresif, maka kita dapat menghadapi setiap konflik yang kita alami bersama Tuhan. Kita tidak lagi bergumul dengan cemas dan panik akan apa yang boleh dan tidak boleh, tetapi sudah tahu apa yang boleh dan tidak boleh serta taat menjalani apa yang Tuhan kehendaki.
  3. Jika kita bisa berkarya, bekerja dan memperoleh imbalan untuk pemenuhan kebutuhan hidup bahkan lebih dari apa yang kita harapkan, kita harus ingat bahwa semua itu adalah berkat Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan dan tidak hanya menjadi berkat buat diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Apa yang melekat dalam diri kita menjadi kesaksian buat masyarakat di sekeliling bukan menjadi bahan iri hati dan kebencian.
  4. Menyadari bahwa konflik-konflik akan terus mengiringi hidup kita di dunia ini karena divergensi antara nilai-nilai dunia dan nilai-nilai Kerajaan Allah (lihat tabel di bawah). Kita harus waspada bahwa divergensi nilai ini sangat berbahaya bagi murid-murid Kristus. Bahaya bukan terletak pada kemungkinan kita akan kehilangan pekerjaan, tetapi pada kehilangan iman.

Divergensi nilai-nilai dunia dan nilai-nilai Kerajaan Allah:

Sumber: Following Jesus in the real world, Richard Lamb, 1995

Tuhan tidak pernah meninggalkan umat yang dikasihiNya, betapa pun besar kesulitan dan pergumulan itu, jika kita tetap mau taat dan bersandar pada pimpinanNya. Today’s trouble is enough for today.


Referensi:

  1. Brown C. Christianity & Western Thought, A History of Philosopher, Ideas & Movements from the Ancient World to the Age of Enlightment, Vol. I. Illinois: Intervarsity Press, 1990.
  2. Ellul J. Money & Power. Illinois: Intervarsity Press, 1984. Foster RJ. Uang, Seks dan Kekuasaan, Tantangan untuk Kehidupan yang Berdisiplin. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1985.
  3. Griffiths B. The Creation of Wealth, A Christian Case for Capitalism. Illinois: Intervarsity Press, 1984.
  4. Holmes AG. Segala Kebenaran adalah Kebenaran Allah, (terj.) Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1990.
  5. Keraf S. Pragmatisme menurut William James. Yogyakarta: Kanisius, 1987.
  6. Lamb R. Following Jesus in the “Real World”, Discipleship for the Post-College Years. Illinois: Intervarsity Press, 1995.
  7. White J. Money isn’t God so Why is the Church Worshipping It? Illinois: Intervarsity Press, 1993.

Materialisme oleh drg. Daisy Novira
dalam Majalah Samaritan Edisi 1 Tahun 1997