Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya. Percayalah kepada Tuhan selama-lamanya … – Yesaya 26:3-4


Dalam upaya kita menolong orang, semua tuntunan hidup profesional dengan mudah menyedot vitalitas kita. Pasien mungkin kasar, banyak menuntut atau tidak mau menaati pesan dokter, lalu jam kerja yang panjang menambah tekanan pada fisik dan emosi kita. Menghadapi penderitaan manusia bisa menguras tenaga kita, menimbulkan gejala kecemasan seperti migren, tidak bisa tidur, sakit maag dan bahkan keinginan untuk bunuh diri. Tekanan bertambah jika kita tidak bisa menolong pasien seperti yang kita harapkan, atau ada hubungan terganggu dengan rekan atau staf. Hidup bisa bagaikan medan perang yang terus-menerus. Amarah, iri dan kepahitan mulai mengganggu, atau khayalan mulai menguasai kita dengan “Bagaimana kalau…?” Sembilan puluh sembilan persen yang kita cemasi sebenarnya tidak pernah terjadi!

Ada langkah-langkah praktis yang bisa kita ambil untuk mengatasi ketegangan setiap hari, misalnya sebisa mungkin untuk tidur dan olahraga lebih banyak. Di tempat kerja, para senior harus belajar mendelegasikan tugas, mula-mula dengan mengajari bagaimana tugas harus dikerjakan sebelum didelegasikan. Namun, faktor penting yang mempengaruhi perasaan kita bukannya keadaan itu sendiri, melainkan bagaimana kita bereaksi menghadapinya.<.p>

Memikirkan apa yang seharusnya terjadi adalah sia-sia dan merugikan diri sendiri. Mungkin kita menyesali kesalahan di masa lalu, mengenang hal-hal yang seharusnya kita lakukan secara berbeda. Mengatakan “Kalau saja…” tidak bisa mengubah apa-apa. Bagi orang Kristen, kabar baik yang indah adalah bahwa Tuhan mau mengampuni masa lalu kita yang penuh dosa, memberi kita kekuatan untuk masa kini yang penuh ketegangan, dan memberi kita dama sejahtera untuk menghadapi masa depan yang tidak menentu.

Tuhan, berikan aku ketentraman
Untuk menerima apa yang tidak bisa kuubah,
Keberanian untuk mengubah yang bisa kurubah,
dan hikmat untuk membedakannya.
-Reinhold Niebuhr


Baca: 2 Korintus 11:23-28; 1 Petrus 5:7.

Disadur dari : Sumber Hidup Praktisi Medis 2002.