Tim peneliti Lund University Diabetes Centre berhasil mengungkap bagaimana hiperglikemia mengawali suatu rangkaian kejadian kompleks, yang dapat merusak pembuluh darah, dan kemudia menyebabkan penyakit kardiovaskuler. Tim ini mampu menunjukkan bagaimana hal tersebut terjadi, termasuk bagaimana rangkaian kerusakan ini dapat dihambat. Penemuan ini merupakan langkah penting dalam mengembangkan pengobatan efektif terhadap kerusakan vaskuler, yang dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar pasien diabetes.


dr. Maria Gomez yang memimpin studi ini menyatakan bahwa proses yang sebelumnya tidak diperhatikan ini dapat menjelaskan bagaimana kadar gula yang tinggi merusak pembuluh darah. Akhir dari rangkaian ini adalah suatu protein yang disebut sebagai biang keladi biologi vaskuler. Telah diketahui bahwa peningkatan kadar protein ini merangsang serangkaian kejadian inflamasi yang merusak dinding pembuluh darah.

Pasien diabetik diketahui mempunyai kadar osteopontin yang tinggi dalam darahnya, dan keadaan ini mempunyai hubungan kuat dengan komplikasi diabetes. Inflamasi merupakan mekanisme dasar pembentukan plak aterosklerotik, yang menyebabkan infark jantung dan stroke, serta merupakan penyebab kematian pada 70 -80 pasien diabetik.

Fokus penelitian tim peneliti ini ditujukan terhadap bagaimana sel-sel dalam dinding pembuluh darah bereaksi terhadap perubahan kadar glukosa, dan bagaimana hal ini diterjemahkan dalam bentuk perubahan ekspresi gen yang nantinya akan menimbulkan kerusakan pembuluh darah.

Studi sebelumnya pada pembuluh darah tikus yang dilakukan oleh tim peneliti ini telah menunjukan bahwa protein lain yaitu NFAT diaktifkan oleh kadar glukosa yang tinggi. Pertanyaan yang ada terhadap studi tersebut adalah, apakah hal ini juga terjadi pada binatang yang hidup, dan apakah peningkatan aktivitas NFAT bertanggung jawab terhadap peningkatan osteopontin sampai ke tingkat yang merugikan.

Untuk meneliti hal tersebut, para peneliti menggunakan tikus yang telah mengalami rekayasa genetik, sehingga jaringannya mengeluarkan cahaya jika NFAT diaktifkan. Metode ini didasarkan pada enzim yang sama yang digunakan oleh binatang yang mengeluarkan cahaya, seperti kunang-kunang dan ubur-ubur.

Jika diabetes diinduksi pada tikus yang telah mengalami rekayasa genetik tersebut, maka kadar glukosa akan meningkat, dan pembuluh darah mulai bercahaya. Dalam studi ini diteliti berbagai jenis pembuluh darah, misalnya aorta dan pembuluh darah arteri selebral, dan studi ini dapat mengonfirmasi bahwa mekanisme yang terjadi pada percobaan tabung adalah sama dengan yang terjadi pada binatang hidup.

Beberapa langkah dalam proses ini sekarang telah diketahui. Protein NFAT berfungsi sebagai sensor glukosa, yang diaktifkan jika kadar glukosa darah meningkat. Melalui berbagai seri percobaan menggunakan knock-out mice yang tidak memproduksi NFAT, para peneliti menunjukan bahwa protein tersebut berperan penting dalam menentukan kadar osteopontin dalam darah. Knock-out mice ini mempunyai kadar osteopontin normal, meskipun mempunyai kadar glukosa darah yang tinggi. Studi selanjutnya ditujukan untuk mencari cara bagaimana menghambat rangkaian sinyal merugikan yang diawali oleh NFAT.

Tim peneliti ini telah melakukan uji dengan menggunakan senyawa imun penghambat, yang menghambat NFAT, dan mampu menunjukan bahwa peningkatan glukosa yang diinduksi oleh osteopontin dapat dihambat sepenuhnya. Senyawa ini sebenarnya merupakan obat imunosupresif, tetapi belum didaftarkan secara resmi.

Jika tikus diabetik diobati dengan senyawa tersebut, kadar osteopontinnya tidak meningkat dalam responnya terhadap perubahan glukosa darah. Meskipun kadar glukosa darah sangat tinggi, tikus tersebut tidak mengalami kerusakan vaskuler. Selain itu, senyawa tersebut tampaknya tidak menimbulkan efek samping serius.

Dalam studi ini digunakan sejumlah kriteria klasik untuk melakukan penilaian pada tikus. Parameter yang dinilai antara lain adalah penurunan berat badan dan perubahan bulu tikus, dan tidak ditemukan indikasi apapun mengenai adanya sesuatu yang abnormal. Hal ini berarti bahwa studi ini membuktikan bahwa peningkatan kadar glukosa akibat perubahan kadar osteopontin dalam dinding pembuluh darah dapat dihambat.

Famili NFAT terdiri atas berbagai jenis protein berbeda, dan senyawa yang digunakan dalam studi tersebut mampu menghambat semua protein tersebut. Secara ideal, akan lebih baik jika dapat dikembangkan senyawa yang hanya menghambat protein yang mengatur osteopontin.

Para peneliti menyatakan bahwa osteopontin berpartisipasi dalam perbaikan kerusakan kecil dalam dinding pembuluh darah, tetapi jika kadarnya terlalu tinggi untuk masa waktu yang lama seperti pada keadaan hiperglikemia, maka sebaliknya akan menimbulkan pembentukan plak aterosklerotik. Kemungkinan ada mekanisme lain yang juga berperan dalam proses ini, tetapi studi ini berhasil membuka pintu untuk pengembangan terapi baru

(Arteriosclerosis Thrombosis and Vascular Biology 2009; DOI: 10.1161/ATVBAHA.109.199299).

Disadur dari Medical Update, Februari 2010.